Sejatinya Bandara Sam Ratulangi Masuk ‘Wilayah Tonsea’
Syair dan lagu anak - anak; "lotto bobitan sosiru dapi-dapi, nona putih manis, tetapi banyak daki, Sukur - Suwaan -Kolongan - Maumbi - Kairagi Tikala - Manado".
Penulis: Pemerhati budaya dan sejarah Efraim Lengkong
Menurut arkeolog bahwa pahatan pembagian wilayah Minahasa di atas Watu (batu) Pinawetengan sudah berumur kurang lebih 1000 (seribu) tahun.
Salah satunya adalah wilayah Tonsea sekarang kabupaten Minahasa Utara (Minut).
Di Zaman Hindia-Belanda wilayah Tonsea terbentang dari utara Likupang Selatan Tonsea lama, timur se enteru kota Bitung dan barat kecamatan Tikala Kota Manado.
Kantor pemerintahan Tonsea terletak di Miangas sekarang wisma Angkatan Laut Manado provinsi Sulawesi Utara.
20 tahun kabupaten Minahasa Utara (Minut) dirugikan. Bandara Sam Ratulangi yang terletak di Kabupaten Minahasa Utara, di ‘serobot’ dan dialihkan sepihak menjadi wilayah Kota Manado.
Diketahui berdasarkan UU No. 33/2003 pada tanggal 18 Desember 2003 Kabupaten Minahasa dimekarkan menjadi Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Minahasa Utara.
Setelah sekian lama Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara dari masa masa berusaha mencari hak ulayat kepemilikan akhirnya terjawab.
Putra Tonsea Jopie Rorry yang juga Doktor di bidang hukum penerbangan, berhasil mengembalikan 35 % ke Kabupaten Minahasa Utara.
Keberhasilan itu tak lepas dari sinergitas yang kuat antara Pemkot Manado dan Pemkab Minut yang diketahui pemimpinnya sama-sama ‘merah’.
Seperti apa yang dikatakan Asisten I Minut Umbase Mayuntu, senin 28 Agustus2023.
Dalam rapat bersama dengan Pemerintah kota Manado, Pemkab Minut dan pihak Angkasa pura diputuskan dan ditandatangani kesepakatan 35 % yakni 75,26 hektar Bandara Sam Ratulangi dikembalikan ke Tanah Tonsea Kabupaten Minahasa Utara.
Dr drs Jopie Rorry, SH.MH menyampaikan, 40,2 ha yang telah tercatat di Manado, dikembalikan ke Minut, ditambah dengan yang ada sebesar 35, 852 ha Jadi total 75,29 ha. “Selama ini PAD Angkasa pura ke Manado sekitar 40 Miliar. Kalau 35 persen dikembalikan ke Minut maka akan ada ketambahan PAD untuk Minut yang lebih besar untuk kesejahteraan Minut dibanding sebelumnya hanya 11 juta, ” kata Staf Khusus Bupati Minahasa Utara bagian Investasi ini.
Tanah yang terbagi akibat deliniasi Permendagri 69 tahun 2017, Sertifikat hak miliknya menyesuaikan dengan wilayah yang dominan sehingga terdapat 402.408 m² atau 40,2 ha luas lahan bandara sangat berada di wilayah Minahasa Utara di terbitkan Sertifikat hak milik oleh BPN Manado.
Hal ini menyebabkan wilayah Minahasa Utara di bandara Sam Ratulangi berkurang dari 752.900 m² atau 75,29 Ha tersisa 350.852 m² atau 35,09 ha saja yang berdampak pada berkurangnya pendapatan daerah Minahasa Utara yang saat ini hanya Rp 11.570.571(sebelas juta lima ratus tujuh puluh lima ratus tujuh puluh satu rupiah) saja dari Pajak Bumi dan Bangunan yang tentunya tidak sebanding dengan miliaran rupiah yang diterima Pemko Manado dari PT Angkasa Pura I.
Sementara berdasarkan kesepakatan yang sama tersebut terkait dengan penetapan pendapatan pajak dan sebagainya tetap memperhatikan delineasi Permendagri 69 tahun 2017 Tentang batas Daerah kota Manado dengan Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara.
Maka sangat wajar dan beralasan bagian tanah bandara internasional Sam Ratulangi dikembalikan ke wilayah Tonsea termasuk pemkot Manado cq walikota dan PT Angkasa pura I, cq kementerian BUMN’ berkewajiban membayar ‘tanggung renteng’ kepada pemkab Minut dan masyarakat Tonsea akibat dari salah bayar dengan berazaskan keadilan dan kepatutan. (*)