HukrimManado

Ketua Umum Sulut Corruption Watch (SCW) Ungkap Modus Kecurangan dalam Pengadaan Barang dan Jasa Melalui Aplikasi E-Katalog

π——π—œπ—”π—‘π—¦π—¦π—¨π—Ÿπ—¨π—§.𝗖𝗒𝗠, 𝗠𝗔𝗑𝗔𝗗𝗒 — Dalam pengungkapan terbarunya, Ketua Umum Sulut Corruption Watch (SCW), Novie Ngangi, berhasil mengungkap modus kecurangan yang telah terjadi dalam pengadaan barang dan jasa melalui aplikasi belanja online, e-katalog. E-katalog sendiri merupakan aplikasi yang dibangun oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Senin, (6/5).

Aplikasi ini merupakan sebuah marketplace yang digunakan untuk pengadaan barang di lingkungan pemerintahan. Banyak pihak menganggap aplikasi ini sebagai sistem yang dapat mencegah terjadinya korupsi dalam pengadaan barang dan jasa. Namun, tampaknya kecurangan masih dapat terjadi meskipun adanya aplikasi ini.

“Saat ditemui di Gedung Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, Ketua Umum SCW Novie Ngani mengungkapkan bahwa semua pengadaan yang rutin akan masuk ke dalam sistem LKPP. Namun, dengan adanya pengadaan-pengadaan tersebut, ada risiko kecurangan yang tetap perlu diwaspadai,” ujar Novie Ngani, Ketua Umum SCW.

Novie Ngangi mengungkapkan bahwa terdapat kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa melalui e-katalog. Kecurangan ini terlihat saat pejabat pembuat komitmen (PPK) melakukan pembelian secara terus menerus di perusahaan yang sama.

“Menurut Ngangi, terdapat PPK yang melakukan pembelian hingga tujuh kali di satu perusahaan. Padahal, perusahaan lain juga menyediakan barang yang sama. Kecurangan berikutnya adalah terjadi perubahan harga barang yang dijual oleh perusahaan di situs e-katalog menjadi lebih mahal.

Ketika harga itu naik, PPK kemudian melakukan transaksi pembelian. Namun, tidak berselang lama, setelah transaksi itu dilakukan harganya kembali normal. β€œJadi dia biasanya harganya tadi Rp 10.000 tiba-tiba dia pas mahal, saya beli, saya klik. Terus entar enggak lama turun lagi, itu ada,” ujar Novie mencontohkan.

“Modus berikutnya adalah PPK langsung membeli barang yang baru diunggah oleh perusahaan di situs e-katalog.

Tindakan itu biasanya dilakukan pada jam-jam yang kerap terjadi eror seperti pukul 23.00 malam hingga 24.00. β€œBukan jam kerja gitu ya pada saat ngekliknya. Itu juga sebenarnya sudah sudah eh modus-modes seperti itu ketahuan,” tutur Ngangi.

Sementara itu, modus berikutnya adalah perusahaan menyusun paket barang jualannya dengan sangat cepat. Padahal, normalnya paket barang itu disusun dalam waktu 23 sampai 24 jam mengingat banyaknya komponen atau item.

Perusahan dengan cepat sekali menyusun paket dan habis itu dibeli. Nah itu modus yang keempat.

“Menurut Ngangi, empat itu merupakan modus yang seentara ini SCW ungkap ke publik sebagai bentuk peringatan agar pengadaan melalui e Katalog tidak ugal-ugalan. Corruption Watch (SCW) juga sedang meminta pihak Telkom dan LKPP untuk membangun mekanisme yang bisa mendeteksi kecurangan dan menyediakan dashboard.

Nantinya, pihak aparat pengawas internal pemerintah (APIP) dari Inspektorat setiap organisasi perangkat daerah (OPD) akan memiliki akses ke dashboard tersebut. Ngangi mengakui, modus-modus itu emang belum bisa dipastikan sebagai bentuk kecurangan. Namun demikian, gelagat mencurigakan dalam pengadaan itu perlu diantisipasi. β€œDitindaklanjuti dengan audit yang lebih detail,” kata Ngangi.

Tapi paling buat inspektorat mereka jadi ada redflag dan ini harus ditelaaah dan di analisis lebih lanjut,” kata Ngangi. (**)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button